MAKALAH
ANEMIA HEMOLITIK
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Ana Silatul Jennah (14.401.18.002)
Eva Dwi Lestari (14.401.18.022)
Faiz Azki Fauziyah (14.401.18.023)
Khusnul Khotimah (14.401.18.031)
Muzeiyenatus Sariroh (14.401.18.035)
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ANEMIA HOMOLITIK”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Patofisiologi Keperawatan tahun ajaran 2018/2019.
Ucapan terima kasih sampaikan kepada Ibu Ns. Roshinta S. A., M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah patofisiologi, orang tua kami dan teman – teman yang secara langsung maupun yang tidak langsung telah mendukung selesainya makalah ini.
Makalah ini kami susun dengan menggunakan metode pustaka dengan sumber berupa dari internet. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi susunan maupun isinya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah ini yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Krikilan, 14 APRIL 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Pada kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun 1997. Anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder keganasan hematologis.
Anemia hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan destruksi eritrosit sebelum waktunya. Dalam keadaan in sumsum tulang memproduksi darah lebih cepat sebagai kompensasi hilang nya sel darah merah. Pada kasus Anemia biasanya ditemukan splenomegali diakibatkan karena absorbsi sel darah ysng telah mati secara berlebihan oleh limpa. Karena pada anemia hemolitik banyaknya sel darah merah yang mati pada waktu yang relative singkat Pada kasus anemia hemolitik yang akut terjadi distensi abdomen di karenakna hepatomegali dan splenomegali
Dalam makalah ini penulis membahas tentang konsep dasar anemia hemolitik serta asuhan keperawatannya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
Apa Pengertian dari Anemia Hemolitik ?
Apa Etiologi dari anemia Hemolitik ?
Bagaimanakah patofisiologis pada anemia Hemolitik?
Apa saja manifestasi dari anemia Hemolitik?
Pemeriksaan penunjang apa saja yang perlu dilakukan ?
Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia Hemolitik ?
Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas yangt berjudul ” Anemia Hemolitik ”.
Tujuan khusus
Untuk mengetahui Definisi Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Penyebab Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Kriteria Anemia.
Untuk mengetahui Gejala Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Diagnosis Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Pengobatan Anemia Hemolitik
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik bisa muncul pada wanita hamil seperti pada wanita yang tidak hamil. Pada kenyataannya, kehamilan dapat memperparah penyakit anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik jelas terlihat pada trimester ketiga kehamilan dan pada kebanyakan kasus dan berhenti pada bulan kedua setelah melahirkan, kadang-kadang lebih lama sekitar 4-5 bulan.( MeansJr, 2009).
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidak mampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrositakan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 harimenjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia (Price, 2005).
Anemia hemolitik adalah kondisi di mana hancurnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Terjadinya anemia hemolitik dapat dipicu oleh faktor dari dalam sel darah merah (intrinsik) maupun faktor dari luar sel darah merah (ekstrinsik).
Anemia hemolitik ekstrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh respons sistem imun yang merangsang limpa untuk menghancurkan sel darah merah. Sedangkan anemia hemolitik intrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh sel darah merah yang tidak normal. Kondisi tersebut menyebabkan sel darah merah tidak memiliki masa hidup seperti sel normal. Anemia hemolitik intrinsik umumnya diturunkan secara genetik seperti anemia sel sabit atau thalassemia.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
Anemia hemolitik baik yang ekstrinsik maupun intrinsik dapat muncul dalam jangka waktu pendek (temporer) maupun muncul sebagai penyakit kronis. Anemia hemolitik temporer dapat diobati dan hilang setelah beberapa bulan, sedangkan anemia hemolitik kronis dapat diderita seumur hidup dan menyebabkan terjadinya kekambuhan setelah periode waktu tertentu.
Anemia hemolitik bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang umur, serta dapat disebabkan oleh berbagai hal. Pada sebagian penderita, anemia hemolitik hanya menampakkan gejala ringan. Sedangkan pada sebagian lainnya, kondisi ini memerlukan perawatan intensif sepanjang hidup.
Penyebab Anemia Hemolitik
Beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik intrinsik adalah :
Anemia sel sabit.
Talassemia.
Defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
Defisiensi enzim piruvat kinase.
Sedangkan beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik ekstrinsik adalah :
Pembesaran limpa.
Infeksi virus Epstein-Barr dan Hepatitis.
Infeksi bakteri Coli, Salmonella typhi, dan Streptococcus sp.
Leukemia.
Limfoma.
Tumor.
Lupus.
Sindrom Wiskott-Aldrich.
Sindrom HELLP.
Anemia hemolitik ekstrinsik juga dapat terjadi akibat efek samping konsumsi obat-obatan tertentu, seperti:
Paracetamol.
Antibiotik, terutama penisilin, ampisilin, dan metisilin.
Chlorpromazine.
Ibuprofen.
Interferon
Procainamide.
Quinine (kina).
Rifampin.
Salah satu penyebab utama anemia hemolitik berat adalah kesalahan transfusi darah dimana golongan darah pendonor dan penerima tidak cocok. Jika penerima donor diberikan darah yang tidak sesuai golongannya, maka antibodi yang terkandung dalam plasma darah orang tersebut akan menyerang sel darah merah pada darah yang didonorkan. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah secara luas di dalam tubuh.
Ada juga yang dinamakan dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, yaitu kondisi pada saat sel darah merah terfragmentasi. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan kondisi tersebut adalah :
Gangguan katup jantung buatan.
Sindrom hemolitik uremia (SHU).
Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Sedangkan pada bayi yang baru lahir, terdapat suatu kondisi anemia hemolitik yang dinamakan eritroblastosis fetalis. Kondisi ini terjadi akibat ketidakcocokan golongan darah rhesus antara ibu hamil dengan janin. Jika seorang ibu hamil memiliki golongan darah rhesus negatif dan ayah janin bergolongan rhesus positif, terdapat kemungkinan janin di dalam kandungan memiliki rhesus positif. Keadaan tersebut akan menyebabkan sel darah merah janin diserang oleh antibodi dari tubuh ibu. Kasus eritroblastosis fetalis umumnya terjadi pada kehamilan kedua ketika ibu hamil sudah memiliki antibodi yang terbentuk dari kehamilan pertama.
Penyakit anemia hemolitik cukup berbahaya bagi bayi dikarenakan komplikasi dari anemia tersebut. Saat ini, pengobatan untuk bayi yang mengalami eritroblastosis fetalis adalah dengan pemberian imunoglobulin intravena (IVIG) atau transfusi darah. Dokter juga dapat mencegah munculnya eritroblastosis fetalis pada ibu hamil yang terdiagnosa kondisi tersebut dengan memberikan injeksi RhoGAM pada usia kehamilan 28 minggu.
Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil Hb < 11 gr/dL
Gejala Anemia Hemolitik
Gejala anemia hemolitik hampir mirip dengan anemia jenis lain. Untuk membedakannya, perlu dilakukan diagnosis lebih lanjut. Beberapa gejala anemia hemolitik yang sering muncul adalah :
Kulit pucat.
Kelelahan.
Demam.
Kepala terasa berat dan berkunang-kunang.
Pusing.
Letih dan tidak dapat melakukan aktivitas fisik berat.
Sedangkan gejala lainnya yang mungkin juga dapat muncul pada penderita anemia hemolitik adalah:
Urine yang berubah jadi gelap.
Kulit dan putih mata menguning.
Jantung terasa berdesir.
Denyut jantung meningkat.
Pembesaran limpa dan hati.
Diagnosis Anemia Hemolitik
Dokter akan menanyakan tentang gejala-gejala yang muncul, meninjau riwayat kesehatan pasien, serta melakukan pemeriksaan fisik sebagai langkah awal diagnosis anemia hemolitik.
Pada saat pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan pengecekan warna kulit (terutama jika ada penguningan pada kulit atau pada putih mata). Setelah itu dokter akan mengecek perut pasien untuk melihat adanya pengerasan atau pembengkakan sebagai tanda dari membesarnya organ hati dan limpa.
Jika pasien dicurigai menderita anemia hemolitik, dokter akan melakukan pengecekan darah. Beberapa parameter yang dicek adalah sebagai berikut :
Jumlah sel darah total, guna mengetahui jumlah sel darah pada pasien.
Bilirubin, guna mengetahui jumlah sel darah merah yang dihancurkan oleh hati. Pada penderita anemia hemolitik, konsentrasi bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam tubuh umumnya di bawah 0,3 mg/L.
Hemoglobin, guna mengetahui jumlah sel darah merah yang masih hidup.
Jumlah retikulosit, guna mengetahui banyaknya sel darah merah yang diproduksi oleh tubuh.
Fungsi hati.
Beberapa tes tambahan yang dapat membantu diagnosis anemia hemolitik adalah:
Tes urine, guna mendeteksi keberadaan sel darah dalam urine.
Biopsi sumsum tulang, untuk menentukan jumlah sel darah merah yang diproduksi beserta bentuknya.
Pewarnaan darah (peripheral blood smear). Pewarnaan darah digunakan untuk melihat bentuk sel darah melalui pengamatan mikroskopis. Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui kematangan sel darah, fragmentasi sel darah, dan sebagainya. Pewarnaan darah juga dapat mendeteksi apakah seseorang terkena anemia sel sabit atau tidak dilihat dari bentuk sel darah merahnya.
Studi enzim laktat dehidrogenase. Enzim laktat dehidrogenase merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan adanya hemolisis pada pasien. Pasien yang menderita anemia hemolitik dapat didiagnosis dari peningkatan serum laktat dehidrogenase dalam darah. Meskipun demikian, beberapa penyakit keganasan (kanker) lainnya juga dapat meningkatkan kadar serum laktat dehidrogenase dalam darah.
Studi serum haptoglobin. Penurunan serum haptoglobin dalam darah dapat mengindikasikan adanya anemia hemolitik menengah hingga berat.
Pengobatan Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik akan bergantung pada tingkat keparahan anemia, usia, kondisi kesehatan pasien secara umum, dan toleransi pasien terhadap obat-obatan tertentu. Metode pengobatan anemia hemolitik antara lain adalah :
Transfusi darah. Transfusi darah bertujuan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pasien dan mengganti sel darah yang rusak secara cepat.
Imunoglobulin intravena (IVIG). Kekurangan sel darah merah dapat menyebabkan pasien lebih rentan terkena infeksi. Untuk mencegah hal tersebut, pasien akan diberikan imunoglobulin melalui cairan intravena.
Kortikosteroid. Pada pasien anemia hemolitik ekstrinsik yang disebabkan oleh penyakit autoimun, kortikosteroid berfungsi untuk menekan respons sistem imun agar sel darah merah tidak dihancurkan dengan mudah.
Operasi pengangkatan limpa. Limpa merupakan organ yang befungsi menghancurkan sel darah merah. Pada kasus anemia hemolitik yang berat dan tidak dapat diatasi dengan metode pengobatan lain, limpa pasien dapat diangkat untuk mengurangi kerusakan sel darah merah.
Bagi penderita anemia hemolitik yang sudah didiagnosis oleh dokter, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini agar dapat menjalani aktivitas normal, di antaranya :
Menghindari kontak langsung dengan orang sakit, terutama yang terkena penyakit infeksi.
Menghindari kerumunan orang banyak untuk menurunkan risiko infeksi.
Rutin mencuci tangan.
Menghindari memakan makanan mentah.
Rutin menggosok gigi.
Menjalani vaksinasi flu tiap tahun secara rutin.
Komplikasi Anemia Hemolitik
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita anemia hemolitik adalah:
Tingkat keparahan anemia meningkat. Pada pasien penderita hemolisis intravaskular, kekurangan zat besi akibat hemoglobinuria kronis dapat memperparah anemia yang sudah muncul.
Sakit kuning (jaundice).
Gagal jantung.
PATHWAY
Faktor intrinsik Faktor Ekstrinsik
Kelainan membrane Imun
Kelainan HB Non imun
Kelainan enzim
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik turunan Hb Menurun Anemia sel sabit
Splenomegali penurunan suplai oksigen dalam tubuh kerusakan sel darah
Merah yang cepat
Disetensi sesak, kelemahan fisik Sel-sel berisi molekul Hb tidak sempurna
Intoleransi aktivitas cacat kaku
Tirah baring lama ketidak mampuan mengunyah makan sel-sel macet dipembuluh darah
Penekana daerah tubuh mual, muntah tidak nafsu makan sirkulasi darah lambat
yang lama terjadi penurunan badan
gangguan integritas kulit ketidak seimbangan nutrusi gangguan perfusi jaringan tubuh
kurang dari kebutuhan tubuh
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anemia hemolitik baik yang ekstrinsik maupun intrinsik dapat muncul dalam jangka waktu pendek (temporer) maupun muncul sebagai penyakit kronis. Anemia hemolitik temporer dapat diobati dan hilang setelah beberapa bulan, sedangkan anemia hemolitik kronis dapat diderita seumur hidup dan menyebabkan terjadinya kekambuhan setelah periode waktu tertentu.
Anemia hemolitik adalah kondisi di mana hancurnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Terjadinya anemia hemolitik dapat dipicu oleh faktor dari dalam sel darah merah (intrinsik) maupun faktor dari luar sel darah merah (ekstrinsik).
Anemia hemolitik ekstrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh respons sistem imun yang merangsang limpa untuk menghancurkan sel darah merah. Sedangkan anemia hemolitik intrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh sel darah merah yang tidak normal. Kondisi tersebut menyebabkan sel darah merah tidak memiliki masa hidup seperti sel normal. Anemia hemolitik intrinsik umumnya diturunkan secara genetik seperti anemia sel sabit atau thalassemia.
Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, pemulis mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat membuat lebih baik lagi kemudiah hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
ANEMIA HEMOLITIK
Disusun Oleh :
Kelompok 7
Ana Silatul Jennah (14.401.18.002)
Eva Dwi Lestari (14.401.18.022)
Faiz Azki Fauziyah (14.401.18.023)
Khusnul Khotimah (14.401.18.031)
Muzeiyenatus Sariroh (14.401.18.035)
AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN – GLENMORE – BANYUWANGI
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ANEMIA HOMOLITIK”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Patofisiologi Keperawatan tahun ajaran 2018/2019.
Ucapan terima kasih sampaikan kepada Ibu Ns. Roshinta S. A., M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah patofisiologi, orang tua kami dan teman – teman yang secara langsung maupun yang tidak langsung telah mendukung selesainya makalah ini.
Makalah ini kami susun dengan menggunakan metode pustaka dengan sumber berupa dari internet. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi susunan maupun isinya. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan makalah ini yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Krikilan, 14 APRIL 2019
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Anemia hemolitik adalah anemia yang tidak terlalu sering dijumpai, tetapi bila dijumpai memerlukan pendekatan diagnostik yang tepat. Pada kasus-kasus penyakit dalam yang dirawat di RSUP sanglah tahun 1997. Anemia hemolitik merupakan 6% dari kasus anemia, menempati urutan ketiga setelah anemia aplastik dan anemia sekunder keganasan hematologis.
Anemia hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan destruksi eritrosit sebelum waktunya. Dalam keadaan in sumsum tulang memproduksi darah lebih cepat sebagai kompensasi hilang nya sel darah merah. Pada kasus Anemia biasanya ditemukan splenomegali diakibatkan karena absorbsi sel darah ysng telah mati secara berlebihan oleh limpa. Karena pada anemia hemolitik banyaknya sel darah merah yang mati pada waktu yang relative singkat Pada kasus anemia hemolitik yang akut terjadi distensi abdomen di karenakna hepatomegali dan splenomegali
Dalam makalah ini penulis membahas tentang konsep dasar anemia hemolitik serta asuhan keperawatannya.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
Apa Pengertian dari Anemia Hemolitik ?
Apa Etiologi dari anemia Hemolitik ?
Bagaimanakah patofisiologis pada anemia Hemolitik?
Apa saja manifestasi dari anemia Hemolitik?
Pemeriksaan penunjang apa saja yang perlu dilakukan ?
Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia Hemolitik ?
Tujuan
Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas yangt berjudul ” Anemia Hemolitik ”.
Tujuan khusus
Untuk mengetahui Definisi Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Penyebab Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Kriteria Anemia.
Untuk mengetahui Gejala Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Diagnosis Anemia Hemolitik.
Untuk mengetahui Pengobatan Anemia Hemolitik
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik bisa muncul pada wanita hamil seperti pada wanita yang tidak hamil. Pada kenyataannya, kehamilan dapat memperparah penyakit anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik jelas terlihat pada trimester ketiga kehamilan dan pada kebanyakan kasus dan berhenti pada bulan kedua setelah melahirkan, kadang-kadang lebih lama sekitar 4-5 bulan.( MeansJr, 2009).
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan anemia yang terjadi oleh karena meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidak mampuan dari sumsum tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit. Untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasia sumsum tulang sehingga produksi sel eritrositakan meningkat dari normal. Hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 harimenjadi 15-20 hari tanpa diikuti dengan anemia, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut maka akan terjadi anemia (Price, 2005).
Anemia hemolitik adalah kondisi di mana hancurnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Terjadinya anemia hemolitik dapat dipicu oleh faktor dari dalam sel darah merah (intrinsik) maupun faktor dari luar sel darah merah (ekstrinsik).
Anemia hemolitik ekstrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh respons sistem imun yang merangsang limpa untuk menghancurkan sel darah merah. Sedangkan anemia hemolitik intrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh sel darah merah yang tidak normal. Kondisi tersebut menyebabkan sel darah merah tidak memiliki masa hidup seperti sel normal. Anemia hemolitik intrinsik umumnya diturunkan secara genetik seperti anemia sel sabit atau thalassemia.
Pada anemia hemolitik terjadi penurunan usia sel darah merah ( normal 120 hari ), baik sementara atau terus menerus. Anemia ini disebabkan karena kelainan membran, kelainan glikolisis, kelainan enzim, ganguan sistem imun, infeksi, hipersplenisme, dan luka bakar. Biasanya pasien ikterus dan splenomegali.
Anemia hemolitik baik yang ekstrinsik maupun intrinsik dapat muncul dalam jangka waktu pendek (temporer) maupun muncul sebagai penyakit kronis. Anemia hemolitik temporer dapat diobati dan hilang setelah beberapa bulan, sedangkan anemia hemolitik kronis dapat diderita seumur hidup dan menyebabkan terjadinya kekambuhan setelah periode waktu tertentu.
Anemia hemolitik bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang umur, serta dapat disebabkan oleh berbagai hal. Pada sebagian penderita, anemia hemolitik hanya menampakkan gejala ringan. Sedangkan pada sebagian lainnya, kondisi ini memerlukan perawatan intensif sepanjang hidup.
Penyebab Anemia Hemolitik
Beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik intrinsik adalah :
Anemia sel sabit.
Talassemia.
Defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
Defisiensi enzim piruvat kinase.
Sedangkan beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik ekstrinsik adalah :
Pembesaran limpa.
Infeksi virus Epstein-Barr dan Hepatitis.
Infeksi bakteri Coli, Salmonella typhi, dan Streptococcus sp.
Leukemia.
Limfoma.
Tumor.
Lupus.
Sindrom Wiskott-Aldrich.
Sindrom HELLP.
Anemia hemolitik ekstrinsik juga dapat terjadi akibat efek samping konsumsi obat-obatan tertentu, seperti:
Paracetamol.
Antibiotik, terutama penisilin, ampisilin, dan metisilin.
Chlorpromazine.
Ibuprofen.
Interferon
Procainamide.
Quinine (kina).
Rifampin.
Salah satu penyebab utama anemia hemolitik berat adalah kesalahan transfusi darah dimana golongan darah pendonor dan penerima tidak cocok. Jika penerima donor diberikan darah yang tidak sesuai golongannya, maka antibodi yang terkandung dalam plasma darah orang tersebut akan menyerang sel darah merah pada darah yang didonorkan. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah secara luas di dalam tubuh.
Ada juga yang dinamakan dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, yaitu kondisi pada saat sel darah merah terfragmentasi. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan kondisi tersebut adalah :
Gangguan katup jantung buatan.
Sindrom hemolitik uremia (SHU).
Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Sedangkan pada bayi yang baru lahir, terdapat suatu kondisi anemia hemolitik yang dinamakan eritroblastosis fetalis. Kondisi ini terjadi akibat ketidakcocokan golongan darah rhesus antara ibu hamil dengan janin. Jika seorang ibu hamil memiliki golongan darah rhesus negatif dan ayah janin bergolongan rhesus positif, terdapat kemungkinan janin di dalam kandungan memiliki rhesus positif. Keadaan tersebut akan menyebabkan sel darah merah janin diserang oleh antibodi dari tubuh ibu. Kasus eritroblastosis fetalis umumnya terjadi pada kehamilan kedua ketika ibu hamil sudah memiliki antibodi yang terbentuk dari kehamilan pertama.
Penyakit anemia hemolitik cukup berbahaya bagi bayi dikarenakan komplikasi dari anemia tersebut. Saat ini, pengobatan untuk bayi yang mengalami eritroblastosis fetalis adalah dengan pemberian imunoglobulin intravena (IVIG) atau transfusi darah. Dokter juga dapat mencegah munculnya eritroblastosis fetalis pada ibu hamil yang terdiagnosa kondisi tersebut dengan memberikan injeksi RhoGAM pada usia kehamilan 28 minggu.
Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil Hb < 11 gr/dL
Gejala Anemia Hemolitik
Gejala anemia hemolitik hampir mirip dengan anemia jenis lain. Untuk membedakannya, perlu dilakukan diagnosis lebih lanjut. Beberapa gejala anemia hemolitik yang sering muncul adalah :
Kulit pucat.
Kelelahan.
Demam.
Kepala terasa berat dan berkunang-kunang.
Pusing.
Letih dan tidak dapat melakukan aktivitas fisik berat.
Sedangkan gejala lainnya yang mungkin juga dapat muncul pada penderita anemia hemolitik adalah:
Urine yang berubah jadi gelap.
Kulit dan putih mata menguning.
Jantung terasa berdesir.
Denyut jantung meningkat.
Pembesaran limpa dan hati.
Diagnosis Anemia Hemolitik
Dokter akan menanyakan tentang gejala-gejala yang muncul, meninjau riwayat kesehatan pasien, serta melakukan pemeriksaan fisik sebagai langkah awal diagnosis anemia hemolitik.
Pada saat pemeriksaan fisik, dokter juga akan melakukan pengecekan warna kulit (terutama jika ada penguningan pada kulit atau pada putih mata). Setelah itu dokter akan mengecek perut pasien untuk melihat adanya pengerasan atau pembengkakan sebagai tanda dari membesarnya organ hati dan limpa.
Jika pasien dicurigai menderita anemia hemolitik, dokter akan melakukan pengecekan darah. Beberapa parameter yang dicek adalah sebagai berikut :
Jumlah sel darah total, guna mengetahui jumlah sel darah pada pasien.
Bilirubin, guna mengetahui jumlah sel darah merah yang dihancurkan oleh hati. Pada penderita anemia hemolitik, konsentrasi bilirubin yang tidak terkonjugasi dalam tubuh umumnya di bawah 0,3 mg/L.
Hemoglobin, guna mengetahui jumlah sel darah merah yang masih hidup.
Jumlah retikulosit, guna mengetahui banyaknya sel darah merah yang diproduksi oleh tubuh.
Fungsi hati.
Beberapa tes tambahan yang dapat membantu diagnosis anemia hemolitik adalah:
Tes urine, guna mendeteksi keberadaan sel darah dalam urine.
Biopsi sumsum tulang, untuk menentukan jumlah sel darah merah yang diproduksi beserta bentuknya.
Pewarnaan darah (peripheral blood smear). Pewarnaan darah digunakan untuk melihat bentuk sel darah melalui pengamatan mikroskopis. Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui kematangan sel darah, fragmentasi sel darah, dan sebagainya. Pewarnaan darah juga dapat mendeteksi apakah seseorang terkena anemia sel sabit atau tidak dilihat dari bentuk sel darah merahnya.
Studi enzim laktat dehidrogenase. Enzim laktat dehidrogenase merupakan salah satu indikator penting dalam menentukan adanya hemolisis pada pasien. Pasien yang menderita anemia hemolitik dapat didiagnosis dari peningkatan serum laktat dehidrogenase dalam darah. Meskipun demikian, beberapa penyakit keganasan (kanker) lainnya juga dapat meningkatkan kadar serum laktat dehidrogenase dalam darah.
Studi serum haptoglobin. Penurunan serum haptoglobin dalam darah dapat mengindikasikan adanya anemia hemolitik menengah hingga berat.
Pengobatan Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik akan bergantung pada tingkat keparahan anemia, usia, kondisi kesehatan pasien secara umum, dan toleransi pasien terhadap obat-obatan tertentu. Metode pengobatan anemia hemolitik antara lain adalah :
Transfusi darah. Transfusi darah bertujuan untuk meningkatkan jumlah sel darah merah pasien dan mengganti sel darah yang rusak secara cepat.
Imunoglobulin intravena (IVIG). Kekurangan sel darah merah dapat menyebabkan pasien lebih rentan terkena infeksi. Untuk mencegah hal tersebut, pasien akan diberikan imunoglobulin melalui cairan intravena.
Kortikosteroid. Pada pasien anemia hemolitik ekstrinsik yang disebabkan oleh penyakit autoimun, kortikosteroid berfungsi untuk menekan respons sistem imun agar sel darah merah tidak dihancurkan dengan mudah.
Operasi pengangkatan limpa. Limpa merupakan organ yang befungsi menghancurkan sel darah merah. Pada kasus anemia hemolitik yang berat dan tidak dapat diatasi dengan metode pengobatan lain, limpa pasien dapat diangkat untuk mengurangi kerusakan sel darah merah.
Bagi penderita anemia hemolitik yang sudah didiagnosis oleh dokter, perlu diperhatikan hal-hal berikut ini agar dapat menjalani aktivitas normal, di antaranya :
Menghindari kontak langsung dengan orang sakit, terutama yang terkena penyakit infeksi.
Menghindari kerumunan orang banyak untuk menurunkan risiko infeksi.
Rutin mencuci tangan.
Menghindari memakan makanan mentah.
Rutin menggosok gigi.
Menjalani vaksinasi flu tiap tahun secara rutin.
Komplikasi Anemia Hemolitik
Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita anemia hemolitik adalah:
Tingkat keparahan anemia meningkat. Pada pasien penderita hemolisis intravaskular, kekurangan zat besi akibat hemoglobinuria kronis dapat memperparah anemia yang sudah muncul.
Sakit kuning (jaundice).
Gagal jantung.
PATHWAY
Faktor intrinsik Faktor Ekstrinsik
Kelainan membrane Imun
Kelainan HB Non imun
Kelainan enzim
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik turunan Hb Menurun Anemia sel sabit
Splenomegali penurunan suplai oksigen dalam tubuh kerusakan sel darah
Merah yang cepat
Disetensi sesak, kelemahan fisik Sel-sel berisi molekul Hb tidak sempurna
Intoleransi aktivitas cacat kaku
Tirah baring lama ketidak mampuan mengunyah makan sel-sel macet dipembuluh darah
Penekana daerah tubuh mual, muntah tidak nafsu makan sirkulasi darah lambat
yang lama terjadi penurunan badan
gangguan integritas kulit ketidak seimbangan nutrusi gangguan perfusi jaringan tubuh
kurang dari kebutuhan tubuh
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Anemia hemolitik baik yang ekstrinsik maupun intrinsik dapat muncul dalam jangka waktu pendek (temporer) maupun muncul sebagai penyakit kronis. Anemia hemolitik temporer dapat diobati dan hilang setelah beberapa bulan, sedangkan anemia hemolitik kronis dapat diderita seumur hidup dan menyebabkan terjadinya kekambuhan setelah periode waktu tertentu.
Anemia hemolitik adalah kondisi di mana hancurnya sel darah merah (eritrosit) lebih cepat dibandingkan pembentukannya. Terjadinya anemia hemolitik dapat dipicu oleh faktor dari dalam sel darah merah (intrinsik) maupun faktor dari luar sel darah merah (ekstrinsik).
Anemia hemolitik ekstrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh respons sistem imun yang merangsang limpa untuk menghancurkan sel darah merah. Sedangkan anemia hemolitik intrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh sel darah merah yang tidak normal. Kondisi tersebut menyebabkan sel darah merah tidak memiliki masa hidup seperti sel normal. Anemia hemolitik intrinsik umumnya diturunkan secara genetik seperti anemia sel sabit atau thalassemia.
Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, pemulis mengharapkan kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat membuat lebih baik lagi kemudiah hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar